Desa Adat Penglipuran



Desa Adat Penglipuran ini katanya merupakan desa terbersih di Indonesia. Wow… hebat… Perjalanan menuju kesana pun tidak biasa. Dari Goa Gajah kita menuju ke utara… Kok Gunung Agung yang sedang erupsi itu semakin dekat saja ya, hmmm…


Perjalanan kurang lebih memakan waktu 1,5 jam yang terasa lebih lama dari itu. Kita melewati kebun-kebun kopi yang bisa dikunjungi sambil minum kopi fresh from kebun. Jalanan sepi dan semakin sepi. Ditambah gerimis yang lembut. Aduh… Jangan hujan please… Berhenti sebentar di Indomaret beli minum. Minum sambil bengong liat pemandangan di depan. Kita di antah berantah ini. Lanjut lagi, jalannya mneyempit dan menanjak. Lho kok seperti di pegunungan ini? jangan-jangan Desa Penglipuran itu dibawah Gunung Agung ya? Hmmm… Masuk perkampungan yang sepi dan dihadang oleh hujan lebat yang turun tiba-tiba. Waaaa untung dapat tempat berlindung di toko yang sedang tutup. Di depan tempat kita berteduh ada gudang besar entah gudang apa. Ada tulisan di gerbang besinya ”Titik kumpul evakuasi erupsi Gunung Agung”….


Kurang lebih 20 menit yang terasa lama…. Hujan pun berhenti. Kita lanjutkan perjalanan menuju jalan yang semakin sempit dan sepi. Sampai akhirnya kita masuk ke hutan bamboo. What? Ini beneran jalannya bukan sih? Atau kita nyasar? Atau oleh google maps kita diarahkan ke Desa Penglipuran yang lain? Pohon-pohon bambu mengapit rapat kanan-kiri jalan. Suasana jadi gelap, suram, dingin sisa-sisa hujan tadi. Jangan-jangan kita nyasar ke desa kanibal yang horror nih, hiiii….


Dibalik hutan bambu, mendadak di depan ada banyak mobil dan orang-orang lalu lalang. Wah, sampai juga di Desa Penglipuran. Oleh petugas berpakaian adat kami diarahkan ke tempat parkir yang sangat luas. Banyak mobil , motor parkir disini. Ada bus juga. Rame gini kok kenapa tadi di jalan sepi banget? Kayaknya kita tadi diarahin sama google maps lewat “jalan belakang” deh. Ya biasanya sih memang ditunjukkan jalan yang sepi, biar terhindar dari keramaian. Tapi memutar jauh… Belum lewat yang horror dan dikiran sepi tadi.


Di Desa Penglipuran ternyata saat ini sedang berlangsung festival Desa Penglipuran atau Penglipuran Village Festival yang ke 5. Dan ini adalah hari pertama festival. Wah kita beruntung atau enggak ini? Kita ke sini kan pengen foto-foto di desa di rumah-rumah adat yang bagus itu. Kalau bisa ya pas sepi dong ya, pas enggak ada orang (enggak mungkin yah aha...). Eh lha kok ini malah full orang gini, pas festival lagi. Jadinya kita ditarik tiket festival. Kalau sedang tidak ada festival ada tiket masuk juga nggak ya? Pas sekali sedang ada pertunjukan tari. Kalau di Jogja semacam “jatilan” gitu. Tenda untuk penggunjung penuh dengan para penonton yang antusias menonton tarian. Saya tidak tertarik karena serem lihat buto khas Bali. Jalan menuju ke rumah-rumah tertutup oleh kerumunan ini. Sama sekali tidak bisa menyibak kerumunan penonton.


Putus asa akhirnya kita bertanya kepada mbak petugas tiket festival. Oleh si mbak ditunjukkan jalan lain menuju desa. Kami diarahkan menuju jalan kecil disamping pura besar yang halamannya menjadi tempat pertunjukan tadi. Agak serem lewat jalan sempit gini yang kanan-kirinya adalah bagian dalam pura yang bisa dilihat dari pintu masuk samping kecil di sela-sela tembok bata tinggi yang mengelilingi pura. Saya tahu sih pura itu kan tempat ibadah, seperti halnya masjid atau gereja. Tapi lewat tengah-tengah gini tanpa ada orang lain, dengan musik khas Bali dikejauhan, rasanya seperti melewati makam bukannya tempat ibadah. Hiiiii….


Bagian belakang pura berhadapan dengan pepohonan. Sejuk, ditambah mendung dan air sisa hujan tadi membuat suasana menjadi syahdu-syahdu horror. Sampailah kita disebelah barat pura. Terdapat jalan setapak yang menuju ke hutan bambu. Owww… mungkin jalan ini menghubungkan jalan-jalan kecil di dalam hutan bambu yang kita lewati tadi. Ada satu dua motor yang diparkir di samping pura. Dan jalan ini berujung di halaman pura di tempat pertunjukan di sebelah panggung, bukan di sisi tenda pengunjung tadi. Dari sini bisa masuk ke desa. Ah akhirnya.. mau masuk desa aja harus muter-muter lewat pura. Tapi ya seru sih, jadi bisa explore dikit. 



Sampailah kita di jalan yang membelah Desa Penglipuran. Tempatnya bagus banget. Kanan-kiri jalan rumah-rumah khas Bali. Orang-orangnya pun ramah-ramah karena sudah sadar wisata. Mereka mempersilahkan kita untuk masuk ke dalam rumah. Kita mengintip dan terlihat jualan mereka berupa kain bali dan karya seni yang lain juga makanan dan minuman. Bahkan ada rumah yang disewakan sebagai homestay. Setiap orang memang meliliki ketertarikannya sendiri entah ke bidang seni, olahraga, kebudayaan, local, kuliner, dan sebagainya. Nah kalau saya pengagum alam dan arsitektur bangunan. Jadi kita enggak masuk, di luar saja menikmati pemandangan haha…


Di pinggir jalan terdapat parit kecil untuk drainase dan sebidang tanah kecil sebagai taman. Tanamannya bagus-bagus. Ada buah kuning lucu kayak di film Kera Sakti, apa sih namanya lupa. Baru asyik menikmati view rumah-rumah disini, dari atas dari pura datang para penari tadi. “Jatilan”nya sudah selesai, hiiii….melipir dari jalan ah, ke taman. Rombongan lewat di depan kita menuju ke luar desa yang sudah dibangun stand-stand untuk festival ini. sepertinya stand berisi semacam food court atau stand oleh-oleh. Sepertinya lho ya, karena kita tidak kesana. Duh gaya main kita gimana sih ini nggak jelas gini hahaha….



Setelah dirasa cukup, kita kembali ke tempat parkir melewati depan pura gang sudah tidak ramai lagi. Pura terlihat bagus tampak dari depan. Tidak horror seperti pas lewat di dalamnya tadi hahaha… Di parkiran datang beberapa bus besar dengan banner SMA negeri di Kulonprogo. Wah dari Jogja. Kok sore gini baru ke sini. Untung aja abis ujan, nggak pas hujan.


Jalan pulang tidak lewat yang tadi, kali ini lewat jalan depan. Kita melewati gerbang Desa Penglipuran, nah kan ini bagian depan. Yang tadi memang bagian belakang, huuu… dasar google map. Kalau yang ini jalannya halus dan agak lebar, walaupun tidak terlalu ramai juga. Kita melewati plang bertuliskan Geopark Gunung Batur. Ya Tuhan, ini masuk list ku lho…. Semakin turun ke bawah, semakin hujan menghadang. Dari gerimis jadi hujan deras dan sangat deras. Sampai kita terpaksa berteduh dalam waktu yang lama. Lebih dari setengah jam hujannya tidak juga reda malah disertai angina kencang. Akhirnya nekat melanjutkan perjalanan sampai basah semua baju. Sepatu kering karena nyeker hwkwkwkw… hujan deras ini masih menyertai sepanjang perjalanan sampai di hotel. Sampai malam pun masih juga hujan, Ya Tuhan. Akhirnya untuk makan malam pun kita go-food huhuhu… Hujan ini masih saja awet sampai…… postingan selanjutnya…. ☺

0 komentar:

Blogger Template by Clairvo