TIRTA GANGGA WATER PALACE




 Hari Sabtu, pagi hari hari ke 6, kita akan maen ke Tirta Gangga Water Palace. Dari awal tempat ini masuk list maen di Bali. Tetapi berhubung Tirta Gangga berada di wilayah Karangasem dan dekat dengan Gunung Agung, saya sudah setengah hati merelakan untuk tidak mengunjunginya. Saudara bilang, Tirta Gangga, Pura Besakih, Pura Luhur Lempuyang, bagus banget. Tetapi jangan ke sana karena kemarin banget Gunung Agung habis erupsi yang membuat pariwisata Bali agak kacau. Setelah dilarang kok saya justru malah pengen sekali ke Tirta Gangga Water Palace ya? Akhirnya, Sabtu pagi ini jadi juga kita ke Tirta Gangga hehehe…. Jalan menuju Kabupaten Karangasem melalui ringroad, jadi sama kayak mau ke Hutan Mangrove. Kemudian lurus terus ke timur. Lurus terus… rasanya nggak sampai-sampai. Jalannya lebar, tidak terlalu padat tapi panas. Beberapa lama berkendara, di sebelah kiri ada gerbang Bali Safari Marine Park alias Taman Safari Bali. Wah pengen kesana… 


Taman Safari Bali lewat, jalan masih lurus terus. Dari kejauhan mulai terlihat Gunung Agung. Karena cuaca cerah Gunung Agung terlihat sangat jelas dan tenang. Saya ikutan tenang juga, berarti aman ya kita ke Tirta Gangga. Kemudian kita mulai melewati jalan yang persis berada di pinggir pantai dan menjadi objek wisata. Pantai di sini banyak terdapat perahu-perahu kecil nelayan penangkap ikan. Mungkin kalau di Jogja ini pantai Depok hehehe… Di seberang pantai terdapat pura besar sepertinya, beberapa masyarakat berpakaian adat Bali terlihat hendak melakukan sembahyang. Kita berhenti di Indomaret di pinggir jalan. Di seberang jalan dan di kanan-kiri Indomaret tampak villa-villa ataupun homestay dan sedap dipandang mata. Seperti di Ubud tapi versi pantai. Lepas dari pantai dan mulai berbelok ke utara jalanan mulai menanjak. Jalanan teduh karena banyak pepohonan yang menaungi. Tidak berapa lama kita melewati beberapa bangunan besar, sepertinya pasar. Beberapa bangunan terdapat spanduk dengan tulisan “posko pengungsian Gunung Agung”. Waduh malah melewati posko pengungsian kita 




 Tidak berapa lama kita diarahkan oleh GPS melewati perkampungan dengan rumah-rumah adat yang terlihat seperti di film-film Angling Darma atau Mak Lampir Indosiar jaman dulu, rumah adat dengan tembok bata. Dari jalan di tengah perkampungan ini Gunung Agung terlihat besar dan jelas. Saya semakin kagum oleh kemegahan Gunung Agung dan semakin penasaran dengan lokasi Tirta Gangga. Kenapa nggak sampai-sampai padahal Gunung Agungnya semakin deket gini, duhhh… Melanjutkan perjalanan lagi dan kita bertemu jalan besar dan lebar. Sepertinya ini jalan utama menuju kabupaten lain. Terus sebelum masuk ke perkampungan tadi kita lewat jalan apa ya? Hmmmm… Lagi-lagi dicarikan jalan tercepat oleh GPS. Meskipun jalan raya lebar tetapi kendaraan tidak terlalu ramai. Apakah ini efek dari erupsi atau memang jalannya sepi seperti ini karena memang letaknya bukan di pusat perturisan? Perturisan 



GPS semakin menunjukkan lokasi Tirta Gangga. Sampai di lokasi, kita tidak melihat apapun yang menunjukkan tempat wisata. Hanya tempat parkir kecil dengan sepeda motor yang terparkir tidak lebih dari 3 buah. Ragu ini bukannya tempat yang dicari, kita lanjut lurus saja. GPS langsung menunjukkan rute yang baru dan jarak yang tidak terlalu jauh. Jalan langsung menanjak walaupun tidak terlalu drastis. Kemudian ada plang yang menunjukkan Pura Besakih. Glek, Pura Besakih bukankah letaknya persis di bawah kaki Gunung Agung ya? Udah deg-degan gitu ternyata GPS mengarahkan kita belok ke kiri. Dan kita masuk kampung dengan jalan yang sempit. Waduh, mau kemana sih kita sebenarnya? Kampungnya tipikal di desa sekali, masih banyak kebun dengan pepohonan yang rimbun. Kemudian kita belok kiri lagi dan berada di jalan di tengah-tengah sawah. Di kanan-kiri jalan berjajar pohon-pohon kecil, jadi tidak panas. Iseng-iseng saya balik badan ke belakang. Dan tampaklah Gunung Agung menjulang di balik pepohonan di kampung tadi. Ya Allah, deket banget ini. Berapa kilo nih dari gunung? Dan ternyata jalan kecil ini berakhir di jalan besar yang sudah kita lewati tadi. Masha Allah, ternyata kita cuma muter aja 

dari parkiran menuju gerbang masuk, melewati toko-toko kecil
Tirta Gangga Water Palace ternyata ya emang yang parkiran kecil tadi hahahaha. Salah siapa nggak percaya sama GPS hahahaha… Tapi enggak papa sih, malah ada pengalaman nyasar di kampong tadi dan berada di bawah Gunung Agung. Rasanya amazing gitu hahaha…. Kita parkir bersama beberapa remaja laki-laki yang sepertinya masyarakat sekitar sini. Kita jadi pede buat masuk, ada temennya gitu hehe… Kita jalan sebentar melewati beberapa toko yang menjajakan souvenir, minuman dan makanan kecil. Sampailah kita di gerbang Tirta Gangga yang terlihat kecil. Tiket masuk murah saja sekitar Rp 10.000,- per orang. Setelah membayar tiket masuklah kita melewati gerbang kecil tadi. Di depan kita langsung terhampar beberapa kolam besar yang dikelilingi pepohonan hijau. Wah tempatnya ternyata kecil ya, kirain luas seperti Tamansari di Jogja gitu.



Entah karena masih pagi atau lagi-lagi karena efek dari erupsi Gunung Agung, Tirta Gangga Water Palace ini sepi…. Mantap sekali, karena kolam disini sangat instagramable dan minta waktu berjam-berjam untuk berfoto ribuan kali. Saya tahu tempat ini dari blog nya mas Arief Rahman, backpackstoryme.com. Dan tempatnya lebih indah ya. Cuaca pun sangat cerah dan langitnya biru sekali. Untung jadi kesini ya walaupun pake adegan mblusuk-mblusuk masuk kampung tapi seru. Patung-patung yang mengambang di atas air itu hanya di satu kolam saja di sebelah kanan pintu masuk. Meskipun sepi ada beberapa orang yang jelas juga wisatawan sedang berfoto juga. Jadi selain patung-patung yang berdiri di atas air, terdapat blok-blok yang dapat kita lewati. Meskipun blok-blok tersebut berdiri kokoh tapi agak deg-degan juga takut jatuh nyebur ke air yang terlihat dalam. Terus saya jadi teringat acara tv Takeshi Castle dimana ada tantangan yang menyeberangi air dengan jalan yang seperti ini. Tetapi ada pijakan yang solid dan ada juga yang mengambang sehingga akan terbenam di air ketika diinjak.



Tinggi batu pijakan hampir sama dengan air. Jadi ketika airnya berombak batunya basah. Seringnya air berombak ketika segerombol ikan melintas dengan cepat. Ikan-ikan disini jumlahnya sangat banyak dan besar-besar. Warnanya orange sehingga sangat mengundang untuk difoto hehehe… Kita pancing dengan cuilan-cuilan kecil roti yang kita bawa. Mereka langsung berkumpul di sekitar batu pijakan. Eh tidak lama terdengar teriakan dari bapak-bapak di kejauhan, bapak penjaga sini kayaknya. Si bapak berteriak marah melarang kita memberi makan ikan-ikan. Whoops, ya maaf dong pak kita kan nggak tau kalau nggak boleh ngasih makan ikan. Ya udah kita foto-foto lagi aja deh haha…


Setelah puas foto-foto di kolam sebelah kanan kita berganti ke kolam di sebelah kiri jalan masuk. Kolam yang ini tidak ada patung-patung kecil dan batu-batu pijakan seperti kolam di sebelah. Hanya kolam luas yang terbagi 2 dengan taman di tengahnya. Untuk menuju ke taman kita melewati jembatan yang diapit patung naga spektakuler di kanan dan kiri jembatan. Ya mirip-mirip dengan jembatan yang ada di Ubud Monkey Forest. Di taman ini dari ujung ke ujung terdapat kolam dengan air mancur kecil-kecil. Di pinggir kolam terdapat banyak tempat duduk untuk menikmati pemandangan. Duduk-duduk disini menikmati pemandangan sekitar yang hijau dengan suasana yang terbilang sepi, ahhh yang namanya liburan memang selalu menyenangkan hahaha…



Kita lanjut lagi jalan sampai ke ujung taman dan menyebarang jembatan. Di seberang kolam ini ada parit kecil yang mengalirkan air. Airnya bening sekali dan dingin. Air dari mana ini ya? Setelah kita lanjut jalan dengan menyusuri parit kecil terlihat airnya berasal dari kolam besar dengan orang-orang yang sedang berenang. Penduduk sekitar sini sepertinya yang sedang asyik mandi dan berenang. Oh ada kolam untuk mandi juga ternyata, ya ampun asyiknya. Mana airnya dingin lagi. Duh coba rumahku sekitar sini ya, tiap sore pasti mandi di sini nih hehe… Kolam ini tersambung dengan kolam di sebelah yang banyak patungnya tadi. Ada jeruji besi yang memisahkan agar ikan-ikan di kolam sebelah tidak masuk ke kolam pemandian.



Tirta Gangga Water Palace ini cuma segini aja sih, nggak terlalu luas. Ya kayak kolam di Tamansari juga cuma segitu sebenarnya. Kolamnya sendiri malah lebih besar Tirta Gangga ini ya dibandingkan Tamansari. Tapi keseluruhan tempatnya sih jelas lebih luas komplek Tamansari yang sampai ke masjid bawah tanah dan lorong-lorong bawah tanahnya. Yah nggak menyesal deh maen ke Tirta Gangga Water Palace ini. Meskipun jauh di ujung timur selatan Bali tapi tetep worth it 




PURA TANAH LOT





Gerimis dengan intensitas sedang di Kebun Raya Bali berubah menjadi hujan lebat di tengah perjalanan. Meskipun kembali basah kuyup tapi kita tetap semangat karena melihat langit di sebelah selatan Bali terlihat panas dan cerah. Benar saja, semakin ke selatan gerimis semakin menipis dan reda. Situasi menjadi aneh karena di tengah cuaca yang panas baju kita basah kuyup. Kaki pun nyeker karena sepatu dilepas agar tidak basah. Dengan pedenya kita berhenti di pom bensin dan memakai sepatu sembari diliatin sekompok bapak-bapak yang sepertinya sedang touring. Ah kan tidak kenal samasekali, jadi ya pede aja hihihi… Kalau lagi traveling emang malah bisa pede dengan alasan “ah kan tidak kenal ini, bukan di daerah sendiri juga”. Rasa percaya diri bisa meningkat beberapa persen Dalam perjalanan di siang yang terik ini dengan cepat baju dan sepatu yang sempat basah cepat menjadi kering. Mungkin hujan dan mendung gelap di utara memang mengusir kita untuk segera ke selatan ke tempat main yang lain. Sekarang kita mau ke Tanah Lot, tempat wisata wajib jika ke Bali. Ini juga untuk ke-dua kali saya ke Tanah Lot.


Menuju ke Tanah Lot jalannya kecil saja dan tidak terlalu lebar. Ketika melewati perkampungan banyak rumah yang sedang ada hajat. Setiap selang berapa rumah pasti ada hajatan. Ada yang menikah dan ada pula yang meninggal. Karena bentuk “dekornya” sama semua saya jadi penasaran apa antara acara sembahyang dengan acara nikah atau ada yang meninggal semua sama ya? Karena yang paling menarik selama di traveling di Bali ini buat saya adalah kehidupan religi umat Hindu disini. Terutama pura-pura kecil yang membuat rumah-rumah tradisional disini jadi indah.


Dan setelah melewati jalan yang seperti tidak berujung karena sering terhenti oleh banyaknya rumah atau banjar yang mengadakan acara keagamaan, akhirnya kita sampai di Tanah Lot. Pintu masuk Tanah Lot sangat padat oleh para pengunjung dan bus-bus yang berhenti menurunkan turis-turis lokal. Bus-bus besar kembali jalan menuju parkir bus yang terletak di sebelah parkir motor. Parkir motor pun penuh meskipun tidak sepenuh di mall … Kebanyakan yang parkir motor adalah turis mancanegara meskipun atau beberapa turis lokal juga. Pasti merekan seperti kita, traveling di Bali sewa motor hehehe…. *sotoy


Dari parkir motor kita jalan menuju loket tiket bersama kerumunan massa … Setelah membeli tiket untuk 2 orang, ternyata kita masih harus jalan jauh untuk menuju ke pantai. Jalan menuju pantai melewati kios-kios oleh-oleh. Seperti kalau kita keluar dari Borobudur, Prambanan atau Gembira Loka Zoo yang pintu keluar melewati semacam pasar. Nah ini masih jalan masuk untuk disuguhi toko-toko dengan berbagai macam jualan. Silakan kalap bagi yang tidak tahan godaan hahaha… Saya kok tidak ingat dulu melewati ini ya pas studi tour jaman SMA dulu? Cuma ingat pas di pantainya aja.

Pantai penuh sesak oleh pengunjung. Bahkan lebih ramai dari Pura Ulun Danu. Dari atas terlihat pantai di bawah dipenuhi pengunjung. Wah malas banget deh ramai begini. Nanti saja kita turun ke bawah. Kita ke taman dulu saja. Taman pun penuh sesak oleh turis yang berteduh di bawah pohon. Kita pun ikut duduk di pinggir taman. Yang penting teduh dan tidak panas. Karena disini sungguh panas. Apalagi kita tadi habis dari utara yang dingin dan juga kehujanan. Disini terpanggang sinar matahari. Mana tadi di Kebun Raya Bali sepi banget. Disini penuh sesak. Jadi semakin nyata bedanya pantai dan gunung. That’s why I like mountain, forest, national park, botanical garden, some green place.

Karena ini pantai, yah saya bingung mau ngapain. Jadinya cuma duduk-duduk aja disini, sambil ngemil dan minum yang banyak untuk mengusir panas. Kegiatan paling menarik disini adalah mengamati tingkah-laku turis lokal. Ternyata masih banyak wisatawan dalam negeri yang pengen sekali foto dengan turis asing. Bule atau orang barat ya khususnya. Turis asing yang lain mah enggak dilirik. Disebelah kiri saya ada ibu-ibu yang ngebet banget pengen foto sama bule. Ada 2 pasang bule yang menolak ketika diminta foto bareng si ibu. Saya setengah kasihan dan setengahnya lagi nahan ketawa lihatnya. Setelah anaknya maju akhirnya dua pasang bule cewek mau foto sama si ibu. Dari kejauhan terlihat sepasang bule yang dikerubuti turis lokal untuk diajak foto. Bule cewek yang cantik sekali dan terlihat anggun dengan baik hati mau berfoto walaupun langkahnya jadi sedikit-sedikit terhenti. Pasangan prianya berjalan cepat di depannya demi menghindari ajakan foto. Kalau yang ini saya jadi kasihan sama mereka. Niatnya mau refreshing di pantai malah jadi acara sesi foto 

Cukup lama kami duduk disini, sekitar setengah jam karena bingung mau ngapain. Jauh-jauh maen ke Bali eh bingung mau ngapain hahaha… Akhirnya foto-foto sebentar dengan background karang bolong. Kemudian kami ke pantai di bawah, ke pura Tanah Lot. Pengunjung di bawah sudah tidak seramai tadi karena sudah mulai sore. Sudah jan 4.30 sore tetapi cuaca masih terang dan panas. Karena sore hari laut sedang surut sehingga bisa menyeberang ke pura. Terlihat beberapa orang sedang beribadah di pura. Ular suci juga masih ada disini. Dulu pas studi banding SMA kesini saya masuk ke gua dan melihat ular suci itu seperti apa. Ternyata adalah ular laut. Padahal ular laut kan berbisa tinggi ya. Kalau sekarang ularnya sudah ganti apa masih yang dulu ya? Hmmmm… 


Baru sebentar kita sudah bosan, hmm… Ini adalah kelemahan saya tiap kali maen ke pantai. Akhirnya kita putuskan untuk pulang karena hari juga sudah sore. Sudah jam 4.30 dan kita belum sholat . Jalan keluar lagi-lagi melewati toko-toko souvenir, tapi bukan yang tadi. Ternyata jalan masuk yang tadi memutar jauh. Kalau jalan keluar ini langsung garis lurus menuju gerbang masuk sekaligus keluar. Jalan keluar tidak sama dengan jalan masuk tadi. Jalan keluar agak sepi dan melalui sawah-sawah. Wah di daerah pantai dan tempat wisata wajib seperti ini masih ada sawah. Saya salut.

Dari Tanah Lot menuju kota jalannya tidak terlalu lebar. Dan macet total. Mobil bergerak merayap. Untunglah motor masih bisa meneyelip dari sebelah kiri. Sungguh perjuangan sekali. Kita sudah ketar-ketir mengingat hamper jam 5 dan kita belum sholat. Oh no…. di simpang 4 yang seperti lumpuh saking banyaknya kendaraan kita ambil jalan ke kanan. Sementara untuk menuju Kuta adalah jalan lurus yang terlihat macet sekali. Melewati jalan ini kita diarahkan oleh GPS masuk-masuk ke perumahan dengan gang kecil-kecil. Mentok di gang dan sampailah kita di masjid. Masjid ke 3 yang kita lihat selama di Bali. Karena saya sedang tidak sholat, saya hanya bengong saja di halaman masjid menunggu si Mas sholat. Terlihat 3 orang ibu-ibu berkerudung sedang mengobrol. Sepertinya rumah mereka di perumahan ini.


Selesai sholat kita melanjutkan perjalanan kembali menyusuri jalan yang bahkan lebih macet dari yang tadi. Tidak mau terjebak macet yang berkepanjangan, kita ambil belokan ke kiri yang entah menuju kemana. Setelah beberapa lama, kita ambil belokan ke kanan dan sampailah di jalan besar yang menuju kearah Kuta. Disini sudah tidak macet, mungkin karena jalannya lebar. Kita lurus terus menuju Denpasar, bukan kembali ke hotel. Ternyata si Mas punya saudara jauh yang sudah lama tinggal di Denpasar. Jadi kita mau mengunjungi mereka.


Baru kali ini lewat Denpasar pas malam hari, dari kemarin pagi terus lewatnya jadi sepi. Malam hari jalannya ramai bener. Setelah menunggu sebentar di pinggir jalan, kita dijemput dan dibawa masuk ke jalan-jalan kecil hingga sampai di rumah saudara. Rumah disini adalah kamar, jadi seperti kos-kosan begitu. Saudara jauh Mas ini bertiga, suami-istri dan anak mereka 1. Dan tinggal di kamar yang sekecil ini selama bertahun-tahun. Saya merasa kasihan tetapi mereka senang dan enjoy saja tinggal disini. Bahkan kata si mbak, ketika mereka mudik ke Jawa ke rumah mereka yang luas, si mbak malah merasa bingung mau ngapain dan pengen cepet-cepet balik ke Bali lagi. Karena rumah berada di desa dan tidak ada apa-apa kata si mbak. Yah mungkin itu “the power of wes biasa”. Si mbak ini merasa kesal kenapa kita berdua tidak menginap di tempat mereka selama 6 malam di Bali ini. Ya ampun mbak, masa ya kamar sekecil ini udah bertiga masih mau ditambah kita berdua. Mau tidur dimana kita? Sementara kamar sudah penuh sesak oleh kasur dibawah, lemari, dan dapur serta kamar mandi dalam. Kamar hotel kita saja masih lebih luas dari kamar ini 


Anyway, kita makan ayam goreng dengan sambal mentah yang enak tapi pedas. Ayamnya beli di warung orang Lombok gitu katanya. Duh kenapa kita nggak makan ke warungnya aja ya? Kan bisa milih menu gitu. Siapa tau ada ayam taliwang kan enak… Habis makan kita keluar dan pergi ke toko oleh-oleh yang ditunjukkan si mas dan si mbak. Dari rumah, Putri anak mereka yang berumur sekitar 6 tahun ikut di motor kita. Anaknya ceria dan super aktif ngomong. Dia seneng banget ada tamu datang ke rumahnya. Kayaknya karena selama ini memang nggak ada teman. Kasihan ya anaknya. Tapi ya sudah karena pilihan orangtuanya merantau di Bali.


Menyusuri jalan-jalan di Denpasar malam hari ini sungguh gila. Jalan di ibukota Bali ini sangat padat. Jalan kecil pun rame. Sepertinya tidak ada jalan yang sepi. Setelah menyusuri jalan-jalan kecil, sampailah kita di toko oleh-oleh Pandawa. Katanya kalau beli oleh-oleh mending disini karena harganya lebih murah daripada di Khrisna. Dan juga yang punya toko adalah orang Islam gitu. Saya masuk ke dalam toko dan langsung terganga. Ya Allah ini tokonya malah lebih besar dari Khrisna, wow… Toko terdiri dari 2 lantai dan penuh dengan pengunjung. Waduh saya malah tambah pusing disini karena barang yang dijual banyak banget. Eh kan kita cuma lihat-lihat aja, nggak beli nggak papa. Ngapain pusing hahaha… Karena malah bingung akhirnya kita keluar dan duduk-duduk di samping toko yang menyediakan tempat duduk dan terdapat foodcourt juga.


Jam 8 malam, masih belum malam karena suasana sih masih jam 7, kita pulang. Karena angin bertiup agak kencang dan mendung gelap banget di sebelah barat, arah Kuta, arah hotel kita. Kan males banget deh kalau kehujanan malam-malam. Oleh saudara kita diantarkan ke hotel melalui jalan yang sempit-sempit walaupun ada beberapa yang familiar karena beberapa hari sebelumnya lewat sini, terutama waktu susur sungai hari pertama disini. Karena diantar saudara jadi dari Denpasar ke Kuta terasa sangat cepat hehehe… terimakasih ya saudara, sampai berjumpa lain waktu, di jalan-jalan ke Bali yang akan datang 

Blogger Template by Clairvo