Perjuangan Menuju Green Bay

gerbang Taman Nasional Meru Betiri *kayak gerbang sekolah ya?
Sekarang definisi pantai yang indah itu menurutku adalah pantai cantik yang susah untuk didatangi. So pantai cantik pertama versiku itu adalah Segara Anakan. Susah payah kesana dan terbayar. Pantai cantik yang kedua adalah pantai Teluk Hijau atau Green Bay. Bagaimana susah payahnya ke Green Bay? 


Dari Taman Nasional Alas Purwo kembali ke perempatan dengan patung orang surfing aja rasanya lama banget. Siang-siang yang panas menuju arah barat rasanya sungguh terik. Silau men. Tiap kali tanya orang jawabannya selalu saja masih jauh. Setelah beberapa jam sampailah di jalan besar yang sungguh ramai. Ternyata ini jalan menuju Pantai Merah. Iya, Pantai Merah yang lebih dulu booming dari Teluk Hijau. Wah Pantai Merah dan Teluk Hijau searah. Asyik, sekali dayung dua tiga pulau terlampaui hehehe...

stone shore. pantai batu
Sampai di pertigaan jalan dengan Pantai Merah belok kiri dan Teluk Hijau lurus. Berhubung tujuan utama kita adalah Teluk Hijau, kita lurus dan memutuskan akan ke Pantai Merah sepulang dari Teluk Hijau karena jarak Teluk Hijau dari sini berkali lipat jauhnya dari Pantai Merah.


Jalan menuju Teluk Hijau lebih sepi dan lebih sempit dibandingkan ke Pantai Merah. Apa artinya? Artinya adalah akses menuju Teluk Hijau jauh lebih susah. Makanya orang-orang lebih memilih ke Pantai Merah. Kenapa kita malah memilih ke Green Bay daripada ke Red Island? Because i prefer green rather than red, hahahaha.... Random


Jalannya beraspal mulus meskipun sedikit sempit. Sampai di PTPN. Entah apa PTPN ini. Sepertinya perkebunan negara, karena ada palang pintu dan pos yang dijaga oleh satpam. Seru juga ya jalan umum yang melintasi perkebunan negara. Ada bangunan-bangunan tua besar. Seperti pabrik jaman dulu, atau gudang. Kondisinya terlantar, terlihat angker dan seram kalau malam hari. Pepohonan entah apa berbaris rapi. Entah kenapa semua pohon melengkung ke satu arah yang sama. Seperti habis terkena badai atau angin ribut. Seperti menyembah sesuatu. Suasana jadi teduh di bawah pepohonan.


Setelah melewati pepohonan entah apa tadi, masuk ke perumahan. Perumahan pegawai PTPN mungkin. Rumah-rumahnya sederhana, terlihat rapi dan menarik karena ada tanaman sayur dan bunga di halaman rumah mereka yang kecil.


Keluar dari perumahan disambut oleh kebun coklat. Tanaman coklat memenuhi kanan dan kiri jalan. Jalan rusak dan penuh batu-batu dan bongkahan-bongkahan aspal rusak. Mau tak mau harus pelan-pelan. Aduh setelah tadi disuguhi jalan jahat di Alas Purwo, sekarang jalannya jahat lagi. Oh no...

green bay a.k.a teluk hijau
Tiba di desa Kandangan berpapasan dengan bus. Ya Tuhan desa ini kok di pelosok sekali. Nggak kebayang anak yang mau sekolah tiap pagi melewati jalan ini. Untunglah ada bus tadi. Bisa sampai di pelosok sini. Jalan jahat masih aja setia menemani sepanjang. And guess what, selain desa Kandangan masih ada desa yang lebih terpelosok lagi. Desa Sarongan walaupun jaraknya lebih jauh dari desa Sarongan tapi lebih ramai. Lebih hidup gitu.


Keluar dari desa Sarongan jalannya juga masih jelek. Mendadak kita berada di pinggir pantai. Wah, pantai apa ini? Ada tanah lapang berumput hijau dengan banyak kerbau dan orang-orang berfoto-foto. Melihat kerbau merumput di pinggir pantai itu rasanya kok agak abstrak ya hehehe....


Lanjut perjalanan dan sampailah di gerbang Taman Nasional Meru Betiri. Ya Tuhan ini baru sampai Taman Nasional Betiri? Hmmm... taman nasional yang aneh. Gerbangnya sih sederhana, menyerupai gerbang sekolahan hahaha...


Udah terbayang hutan lebat seperti di Taman Nasional Alas Purwo atau Taman Nasional Baluran. Eh nggak ada hutan. Malah adanya perkampungan. Lha? aneh. Hmmmm... Ini adalah desa Rajegwesi. Mungkin ini desa in the middle of nowhere. Nggak kebayang kalau pulang malem buat sampai kesini harus lewat perkebunan, hutan, hadeh...


Keluar dari desa ini jalannya makin parah. Agak nanjak dan jalannya sempit. Udah gitu batu besar-besar menonjol, bikin pengemudi harus ekstra hati-hati. Kalau tadi di sepanjang jalan hanya berpapasan dengan sedikit orang, disini ada banyak orang. Iya, di jalan yang jahat sekali ini malah ada banyak orang. Dan begitu sampai di parkiran, woa.... parkirnya ramai bener. Wah wah wah segitu terkenalnya Teluk Hijau ini.

bagusnya...
Dari tempat parkir masih perlu kurang lebih satu jam jalan kaki menuju Teluk Hijau. Beberapa tanjakan dan selebihnya adalah turunan. Duh bayangin pulangnya harus nanjak bikin ketar-ketir. Saking banyaknya orang, jalan pun harus antri. Orang-orang yang naik lebih banyak lagi. Kalau dibandingin dengan Pulau Sempu sih trekkingnya jelas lebih susah di Pulau Sempu. Plus sepi banget. Di hutannya lho ya.

here i am
Sampai juga di pantai. Tapi bukan Green Bay. Ini adalah pantai Batu atau Stone Shore. Buatku pantai ini bagus. Unik, lain dari yang lain. Karena pantainya bukan pasir tetapi batu-batu besar. Nggak bisa buat tiduran santai. Spesial banget deh


Teluk Hijau ada di ujung pantai Batu. Ada sungai kecil yang harus diseberangi dengan pepohonan rimbun di hulu sungai. Seru sungainya. Teluk Hijau nggak kelihatan karena ada di balik pepohonan. Ada monyet liar di atas pohon. Karena di dalam Taman Nasional Meru Betiri, jadi pepohonan masih banyak.


Sampai di Green Bay, woa... rame banget. Gila, ini tempat terpencil apa pasar sih? Padahal sepanjang jalan tadi sepi-sepi aja. Ternyata tumpah ruah disini. Ckckckckc... Ngehits abis ini tempat.



Green Bay pantainya tidak terlalu luas. Pantai ini cantik. Cantik sekali. Pasirnya putih halus. Air lautnya entah biru, entah hijau. Mungkin toska. Cantik sekali pokoknya. Warna air lautnya seperti warna laut-laut di Indonesia timur. Di ujung barat pantai dibentengi pepohonan lebat. Ada satu pohon besar yang menarik perhatian.

air lautnya cantik banget ya
Nasib pantai ini seperti pantai Segara Anakan. Indah, tersembunyi, tapi ramai sekali. Jadi nggak bisa terlalu menikmati. Udah ramai banget, panas banget juga. Cuaca cerah sekali, jadinya panas banget. Baru sebentar disini udah kepanasan dan capek. Nggak kebayang gimana nanti baliknya harus naik gunung. Pantesan banyak orang menyewa perahu, nggak perlu capek-capek naik gunung. Eh itu perahu merapat dimana ya? Sebelah parkiran sampai gunung kan tebing dan jurang.


Orang-orang pada nyebur ke laut yang warna airnya sungguh menggoda. Seru ya, berendam atau sekedar bermain dengan ombak. Kita mah santai aja, nyentuh air juga nggak. Maklum bukan anak pantai. Jadi kalau main ke pantai itu ya cuma bengong aja gitu lihat pantai dan lautnya. Pakaian pun lengkap, kering. Eh basah nggak sengaja kena ombak, hahaha... Sungguh terlalu, pasti dicela habis-habisan sama Trinity nih. Menyia-nyiakan pantai dan laut Indonesia yang nomer satu sedunia ini.


Akhirnya cuma sebentar, ke ujung pantai pun enggak. Kalau tempatnya ramai kayak pasar gini emang bikin nggak mood buat mengexplore lebih jauh lagi. Sebenarnya belum puas, tapi waktu udah sore. Belum sholat, belum ke Red Island juga. Balik ah. Lewat pantai Batu lagi. Cuaca pun agak mendung. Duh suasanya jadi suram.

seperti laut Indonesia Timur
Nafas mulai memburu karena jalannya menanjak. Merindukan jaman muda dimana stamina masih terjaga. Naik gunung, masuk hutan bawa carier 60 liter? hayuk ajah *malah ngelindur, fokus woi...
Hari sudah beranjak sore, sekitar jam 4 sore. Matahari sudah mulai turun, langit tidak terlalu terang. Agak gelap karena kita dibawah pohon-pohon. Eh masih banyak aja lho orang yang baru mau turun menuju pantai Batu dan Green Bay. Walah kita aja udah kesorean, apalagi mereka ya.

pantai Batu dari kejauhan, hutannya bagus ya
Aduh nafas berasa habis. Istirahat dong istirahat, malu-maluin aja nih mantan orang lapangan. Naik-naik ke puncak, sampai juga di paling atas. Tinggal turun bentar, sampailah di tempat tanjakan ini dimulai. Banyak orang yang berjualan minuman dan makanan kecil. Beli minum buat mengobati tenggorokan yang rasanya kering kerontang. Sambil istirahat bentar menetralkan jantung yang berdebar keras akibat ngos-ngosan jalannya nanjak.


Turun lagi, satu belokan sampailah di tempat parkir. Sampi sana masih kepikiran dimana ya tempat perahu-perahu berlabuh dari Teluk Hijau tadi? Ini di atas tebing lho. Ah sudahlah, mari kita pulang. Dan masih ada aja mobil yang baru sampai. Wew, selamat menikmati liburan kalian deh.


Dari parkir ke desa lumayan memakan berapa menit. Mampir di masjid dulu buat sholat ashar. Udah takut aja kehabisan waktu ashar. Kembali menyusuri jalan jelek lama, suasana gedung tua di PTPN terlihat lebih horor di sore hari yang sudah agak gelap. Apalagi lewat di bawah pohon-pohon entah apa di perkebunan. Berasa kayak mimpi, unreal.


Dan hasilnya adalah sampai di jalan besar sudah gelap dan sudah malam. Red Island? terlewatkan begitu saja 

It's okay, i'll come back for you Red Island. Wait me again Banyuwangi...











0 komentar:

The Oldest Forest In Java

Pagi hari di Genteng. Dimana sih Genteng itu? Yah pokoknya suatu tempat di Banyuwangi deh. Genteng ini berada di jalur selatan menuju kota Banyuwangi dan pelabuhan Ketapang, jadi tempatnya ramai. Ada semacam mall nya juga. Wow, sepertinya hanya di Bantul aja yang nggak ada mall nya. Tapi justru itu yang bagus. Malah sepi dan damai.


Hari ini kita mau ke Taman Nasional Alas Purwo. The oldest forest in java katanya. Yang terkenal dengan keangkerannya. Dulu dikasih tau temennya temen yang rumahnya Banyuwangi, kalau di Alas Purwo ada pantai G-String G-Land atau pantai Plengkung. Apaan tuh kok namanya aneh. Guling-guling, ternyata pantai ini terkenal di kalangan wisatawan mancanegara karena ombaknya yang sempurna untuk surfing. Doh kita sama wisata sendiri malah nggak tau ya.


Berhubung kita bukan pecinta pantai, nggak tertarik sih buat kesini. Someday, My Trip My Adventure ke Alas Purwo. Dalam perjalanan menuju G Island, Vicky sama Hamish mampir ke Sadengan. Seperti savana Bekol nya Baluran. Ah terlihat sangat menarik. Belum banyak yang mengulas tempat ini. Tahu ada tempat ini pun dari My Trip My Adventure. Hmmm.. tempat yang masih sepi selalu lebih menarik. Inilah tujuan kita ke Alas Purwo. Sadengan, di samping hutan angker itu sendiri.


Meninggalkan Genteng dengan segala keramaiannya, selalu ada petunjuk arah menuju Pantai Merah dan Sukamade. Tunggu aku ya Red Island and tukik-tukik Sukamade. Dua tempat ini arahnya ke barat, sedangkan kita menuju timur karena Taman Nasional Alas Purwo berada di ujung timur Banyuwangi.


Berhenti sarapan sebentar, tentu saja sarapan nasi pecel. Untuk memastikan arah kita bertanya sama warga loka yang ada di warung makan. Mereka bilang Alas Purwo itu jauh banget. Mereka juga bilang kalau Malang itu jauh banget begitu tahu kita dari Malang. Untung kita nggak bilang dari Jogja. Bisa-bisa dikira alien saking jauhnya Jogja buat mereka hehehehe...


Melanjutkan perjalanan dengan diikuti tatapan tanya dari mereka. Mungkin dikiranya kita ke Alas Purwo mau cari pesugihan kali ya hahaha... Perjalanan emang jauh. Di suatu jalan, kanan-kiri dipenuhi pepohonan lebat. Wah sudah dekat nih sama hutan. Eh malah masuk perkampungan penduduk lagi. Tetot, false alarm ..


Akhirnya tiba di perempatan kecil dengan patung orang lagi surfing di tengahnya, simbol G Island. Yeahh, akhirnya tampak tanda-tanda Taman Nasional Alas Purwo. Jalan mulai dari sini sempit dan banyak rumah penduduk di kanan-kiri jalan. Mendekati hutan angker kok malah banyak rumah penduduk gini ya. Kemudian ada petunjuk arah menuju bandara Banyuwangi. Duh jadi inget Ketapang dan Baluran deh. Rasanya pengen terbang kesana. Kan deket ya.


Makin mendekati Alas Purwo banyak rumah penduduk yang mempunyai candi kecil/tempat meletakkan sesaji, khas rumah-rumah Hindu. Banyak warga beragam Hindu disini. Mungkin berasal dari Bali ya, kan deket banget sama Bali. Kapan aku ke Bali ya?


Lepas dari persawahan, kita disambut oleh pohon-pohon jati. Lucunya hutan jati ini. Sebelah kanan jalan pohon-pohon jatinya meranggas tanpa daun sama sekali. Sedang di seberangnya pohon-pohon jati subur dan terlihat segar dengan daun-daun hijaunya yang banyak. Kok bisa berbeda gini, padahal cuma dibatasi jalan yang tidak terlalu lebar. Pasti pohon-pohon jati di sebelah kanan berkata dalam hati "daun tetangga memang lebih hijau". Duh kasian ya


Dari sini mulai bertemu banyak orang. Beberapa mobil dan motor wisatawan berjalan pelan-pelan menyusuri jalan. Terlihat sebuah pick-up yang telah dimodifikasi berjalan pelan sekali, membawa banyak muatan perbekalan. Sepertinya itu persediaan untuk bungalow-bungalow di G-Land. Karena disana banyak turis-turis asing yang menginap.



Jalanan mulai rusak dengan lubang-lubang menganga berisi air hujan. Di beberapa titik ada kubangan besar yang memaksa kita mepet ke pinggir jalan yang nggak ada airnya. Alhasil naik motornya pelan-pelan banget. Kalau ngebut bisa-bisa kepleset karena tanahnya berlumpur dan licin akibat air hujan. Batu-batu yang menonjol pun membuat kita harus jalan pelan, nggak bisa ngebut.




Setelah bersabar menghadapi jalan yang jahat, jalan mulai rata karena mendekati gerbang Taman Nasional Alas Purwo. Ah itu dia gerbangnya. Sampai juga di hutan tertua di pulau Jawa. Terimakasih ya Allah. Berada di gerbang selamat datang ini rasanya seperti mengulang kembali ingatan di Baluran. Karena sama-sama pergi ke hutan, rasanya pun berbeda dengan pergi ke tempat wisata umum. Hutan gitu lho, my favourite place.


Masuk ke gerbang kemudian membayar biaya masuk. Untuk wisata hutan yang mblusuk ini, pengunjung yang ada di pos ini banyak juga ya. Kebanyakan memang berasal dari Banyuwangi. Tetapi ada pula beberapa plat kendaraan Bali. Apakah mereka orang Bali yang menyeberang untuk kesini, atau hanya plat kendaraanya saja yang DK? Entahlah


Memasuki hutan suasana jadi sepi karena kebanyakan kendaraan mulai ngebut untuk sampai di tujuan. Jalannya sudah mulai rata sehingga memungkinkan untuk ngebut. Kita malah jalan pelan-pelan untuk menikmati pemandangan hutan. Di Taman Nasional Alas Purwo ini ada banyak tempat yang bisa dikunjungi. Tujuan utama tentu saja G-Land. Selain G-Land ada juga pantai Trianggulasi yang sedang ditutup karena ada acara kata pak petugas. Ada pula beberapa pantai lain yang bisa didatangi. Entah dimana mana pantai itu berada karena ada banyak jalan kecil-kecil menuju ke dalam hutan yang berakhir entah dimana.

Tidak berapa lama ada Pura Luhur Giri Salaka. Mampir bentar kesana. Ada warung kecil yang ditunggui ibu-ibu di dekat gerbang masuk pura. Halaman pura luas dan terlihat sepi. Hanya ada satu mobil disana. Satu keluarga yang sedang sembahyang sepertinya. Tapi entah mereka sedang dimana karena teras pura sepi. Pintu masuk pun tertutup. Sepi itu tandanya...... momen yang tepat untuk foto-foto sepuasnya hehehe...


Apa sih yang bikin Alas Purwo ini angker? Entahlah. Katanya banyak penunggunya lah, ada pusaka peninggalan bung Karno lah. Ada gua gelap yang sering dijadiin tempat semedi gitu katanya. Mungkin juga pura ini salah satu faktor yang bikin angker. Tapi bagiku hutan tua ini normal-normal saja. Banyaknya pohon tidak bikin ngeri tuh. Namanya juga kan hutan, ya pasti banyak pohon dong. Meskipun sedang di pura tidak merasa ada apa gitu, biasa saja. Kalau sepi ya wajar namanya juga hutan. Hutan yang akses jalannya susah dan jelek.


Pura Luhur Giri Salaka ini sepertinya cukup besar ukurannya. Karena pintunya tertutup tidak kelihatan dalamnya seperti apa. Kita pun beranjak keluar pura. Eh satu keluarga pemilik mobil sepertinya, datang dari balik pohon berjalan kaki. Darimana ya, apa mereka ke dalam pura terus keluar lewat pintu belakang dan memutar ya? Wah jadi pengen balik lagi ke pura dan mengeksplore lebih jauh.


Balik lagi ke jalan, berpapasan dengan beberapa kendaraan. Mulai ramai sepertinya. Tidak jauh dari pura Luhur Giri Salaka ada plang bertuliskan Situs Kawitan. Apaan tuh? Banyak kendaraan berhenti disana. Berhubung kalau situs itu biasanya kecil, akhirnya diputuskan melanjutkan perjalanan. Nanti aja baliknya mampir. Lagian itu ada banyak banget monyet. Hiii kabur


Sampailah di jalan yang agak berbelok. Lurus terus menuju G-Land. Belok kanan arah Sadengan. Sebagian besar orang lurus terus menuju pantai Plengkung. Berhubung bukan anak pantai abaikan saja jalan lurus. Dengar-dengar juga masuk ke G-Land itu mahal banget masuknya. Mungkin standar masuk turis asing. Belum lagi nggak bisa renang, boro-boro mau surfing hahahaha... Mending buat masuk ke tempat lain. Touring ini masih lama



Jalan menuju Sadengan lebih kecil dan tidak rata. Mulai deh jelek jalannya. Hutannya tambah lebat. Ada sungai kecil dengan jembatan kecil juga. Sepanjang jalan tidak berpapasan dengan siapapun. Mendadak ada merak hijau di pinggir jalan. Wah kayak di Baluran, ada meraknya. Udah heboh gitu eh si merak langsung lari nyungsep di pohon-pohon. Halah.... Tidak lama sampailah di Sadengan, dan disambut dengan seekor merak yang agak jinak. Mungkin sudah terbiasa dengan kehadiran manusia. Tapi kalau sengaja didekati ya lari juga sih.


Ternyata sudah ada banyak orang di Sadengan. Mungkin orang Banyuwangi. Ada sebuah bangunan kecil, mungkin kantor. Padang rumput diberi batas pagar dari kayu, sehingga pengunjung tidak boleh memasuki padang rumput. Kok dulu Hamish bisa masuk ya? ya namanya juga buat acara tv, ijinnya lengkap. Terdapat menara 3 lantai bagi pengunjung untuk menikmati pemandangan padang rumput dan hewan-hewan yang ada.


Dari lantai 3 menara, terlihat padang rumput nan luas. Tidak seluas padang savana Bekol di Baluran memang. Padang rumput di Sadengan ini terlihat sangat hijau, mungkin karena sedang musim hujan ya. Rumputnya terlihat tebal dan segar, jadi pengen guling-gulingan di padang rumput. Padang rumput terlihat landai, kemudian ada semacam parit kecil dan akhirnya habis dibentengi oleh hutan di seberang. Memang tidak terlalu luas sih. Hmmm menarik sekali.




Disiang yang terik sekali ini hanya ada banteng-banteng sedang merumput nun jauh disana. Jauh banget, hanya kelihatan kuning-kuning nun jauh disana. Pas difoto zoom, ada juga yang warna hitam. Kepala rombongan sirkus  banteng mungkin. Fotonya kok pantat banteng semua ya, entah kenapa semua kompak pada membelakangi kamera. Banteng........ sini dong, jauh amat sih. Di dekat pagar dan menara ada tandon besar tinggi berisi air. Mungkin ini air minumbuat hewan-hewan di Sadengan karena terletak di luar pagar, di dalam padang rumput. Hewan-hewan sih biasanya cari minum itu kalau nggak pagi hari ya sore hari. Yah hanya bisa puas mengamati mereka dari jauh.



Menara pandang ini baru apa ya? Masih agak kinclong gitu. Ada juga meja dan kursi yang masih sangat kinclong. Sudah memperhatikan kebutuhan pariwisata rupanya. Bagus bagus bagus. Meskipun tempatnya kecil tapi udah bagus sih. Pemandangan padang rumputnya juga indah. Coba kalau boleh masuk padang rumput ya, maksimal banget pasti hehehe...


Hari semakin siang. Makin lama panas semakin menjadi-jadi. Sudah puas juga menikmati padang rumput. Tuntas sudah rasa penasaran akan Sadengan. Senang rasanya memimpikan suatu tempat dan kesampaian mimpinya. Mungkin itu yang dirasakan semua treveler, backpacker, tukang jalan, si bolang, tukang nglayap, dll.


Saatnya mengunjungi tempat yang lain. Kembali menyusuri jalan yang tadi. Sampai di persimpangan arah menuju G-Land. Ah sudahlah, hahaha.... Mampir sebentar di Situs Kawitan, penasaran juga. Monyet-monyetnya sudah menghilang entah kemana. Situs Kawitan bentuknya segi empat seperti pura. Beberapa orang masuk ke dalam. Ikut-ikutan aja masuk. Dalamnya ya cuma tempat buat sembahnyang, naruh sesaji gitu.



Sebelum keluar foto-foto dulu di tengah jalan. Buat kenang-kenangan di Alas Purwo. Ah Alas Purwo, i like you




















0 komentar:

Blogger Template by Clairvo