SYAHDUNYA DANAU TAMBLINGAN



Hari ke lima di Bali kita mau main ke daerah utara lagi. Kali ini kita mau mengexplore daerah Tabanan. Untunglah pagi ini cerah, tidak mendung dan hujan. Pagi-pagi sebelum jam 7 kita sudah meninggalkan hotel. Karena masih pagi jalanan masih belum terlalu ramai. Kita melewati jalan menuju ke Pizza Hut semalam, ke utara terus. Kemudian belok kiri dan jalanan mulai padat. Ini adalah jalan utama menuju pelabuhan Gilimanuk nun jauh di barat sana. Pantesan jalannya ramai gini. Kita berbelok ke kanan menuju arah utara dan makin lama jalan makin menanjak.


Di tengah perjalanan mendadak melihat warung kecil di pinggir jalan bertuliskan “pecel Madiun”. Nah ini, cocok banget. Pagi-pagi bisa sarapan masakan Jawa pakai teh panas. Akhirnya… merasakan minuman panas setelah berhari-hari minumnya es terus.  Kita makan bersama bapak-bapak supir dan kernet truk hohoho… Mereka adalah orang Jawa, pengantar barang dari pulau Jawa ke Bali. Kok tahu? Kelihatan lah dari plat truk nya, dan omongan mereka ke ibu penjual makanan yang ngomong bahasa Jawa hahaha…. Tidak hanya orang Jawa saja yang makan disini, ada juga orang Bali yang berpakaian adat hitam-hitam. Sepertinya hendak melakukan sembahyang. Karena masih pagi kita juga melihat pemilik minimarket yang halamannya disewa warung tenda ini melakukan ritual sembahyang pagi. Sesajen diletakkan di pura kecil di samping halaman dan di depan halaman pinggir jalan raya.



Selesai makan kita melanjutkan perjalanan. Jalannya semakin menanjak walaupun masih biasa. Rasanya seperti ketika main di Malang menuju Batu. Jalannya naik tapi masih agak landai gitu. Mendekati Danau Beratan di pinggir jalan banyak penjual oleh-oleh di pinggir jalan, mirip di Tawangmangu. Disini banyak ibu-ibu penjual memakai kerudung. Lho, penduduk Muslim atau gimana ya? Tidak lama kita melihat masjid yang terletak persis di pinggir jalan masuk Kebun Raya Bedugul. Wah ini masuk list nih. Tapi kita skip dulu. Lanjut jalan lagi kita sampai di Danau Beratan dengan Pura Ulun Danu nya yang terkenal itu, yang jadi wisata “wajib” jika ke Bali. Ini jelas masuk list main. Tapi kita skip dulu juga hehehe… Jalan lagi ke utara kita menjauhi Danau Beratan. Di pinggir jalan mendadak mata langsung tertuju ke beberapa orang yang sedang asyik berfoto di sebuah gerbang. Wah, Handara Golf and Resort. Ini list urutan atas saya main ke Pulau Bali ini lho. Tapi….. kita skip juga. Terus sebenarnya mau kemana nih ini? hehehe…. 


Melanjutkan perjalanan, jalan semakin menanjak. Disebelah kiri jalan terlihat danau Bunyan di kejauhan. Danau ini terlebih sepi dibandingkan dengan Danau Beratan yang penuh dengan wisatawan dan bus-bus besar. Tujuan kita bukan mau ke Danau Bunyan ini. Masih mengikuti jalan yang menanjak semakin curam, Danau Bunyan terlihat semakin besar di bawah kita. Ada banyak monyet liar di sebelah kiri jalan yang menunggu makanan dari para pelintas jalan. Para pengguna jalan memperlambat laju kendaraan disini karena jalannya yang curam. Setelah titik paling curam terlewati, kita ambil belokan ke kiri. Sementara jika mengikuti jalan utama akan sampai di Singaraja yang terkenal dengan Pantai Lovina dan lumba-lumbanya. Sedangkan kita mau ke…. Danau Tamblingan. Dimanakah Danau Tamblingan? Sepertinya kok asing banget dan jarang ada yang main ke sini. Mungkin karena letaknya yang jauh kali ya. Kalau dekat mah Danau Beratan tadi yang ramai banget.


Di Jalan Raya Pancasari ini banyak terdapat warung-warung outdoor dengan berbagai macam spot foto dengan bentuk yang unik-unik untuk menarik pengunjung. Background dari spot foto adalah view Danau Bunyan di bawah. Semakin kesini terlihat Danau Bunyan bersebelahan dengan Danau Tamblingan sehingga sering disebut danau kembar. Kedua danau ini hanya dipisahkan oleh sebaris pohon saja. Tapi jalan masuk menuju kedua danau ini sangat berjauhan. Danau Bunyan di bawah tadi. Sementara Danau Tamblingan harus naik-naik gunung dulu.


Udah senang karena Danau Tamblingan sudah terlihat dari atas, ternyata perjalanan masih jauh. Tiba-tiba kabut turun membuat jarak pandang hanya beberapa meter saja. Udara pun jadi dingin. Jalan juga semakin sepi saja. Duh mana ini kok nggak sampai-sampai. Setelah beberapa menit jalan mulai menurun curam. Kanan kiri jalan mulai tampak rumah-rumah, kita masuk ke perkampungan. Jalannya semakin turun dan sepi. Rumah-rumah menjadi semakin jarang pula. Akhirnya kita disambut oleh gerbang yang terlihat terlantar. Dari gerbang kita masuk ke hutan dengan jalan tanah. Hutannya sepi, tidak ada kendaraan lain yang melintas selain motor kita berdua. Jadi bayangin kalau kena begal apa palak gimana ya? Hmmmm…. 



Sampai di danau tempatnya sepi… Hanya ada 2 motor lain selain motor kami dan beberapa pengunjung saja. Saya selalu senang tiap bisa main ke tempat-tempat seperti ini. Tempat yang masih sepi gini dan unik gini. Danau Tamblingan ini tidak terlalu luas, tetapi airnya melimpah hingga ke halaman pura. Sehingga pura terbesar yang terletak di pinggir danau terlihat seperti mengambang jika dilihat dari danau. Bapak-bapak yang sepertinya penduduk sekitar dengan ramahnya menyapa kita dan bercerita kalau pura ini dibangun sebelum ada Hindu disini. Wah sudah tua banget berarti ya puranya. Puranya memang terlihat sederhana dan terkesan tua dengan lumut dan rumput-rumput liar di temboknya. Keindahan alami begitu sebutan saya. Pura ini hanya untuk bersembahyang di saat-saat tertentu saja. Oh makanya sepi, tidak terlihat meriah dengan hiasan-hiasan seperti pura-pura yang lain.


Danau Tamblingan juga terlihat sederhana namun tetap cantik alami. Danau ini dikelilingi pegunungan, sehingga terlihat hijau. Beberapa perahu kayu sederhana terlihat terdampar menyedihkan direrumputan di pinggir danau. Mungkin karena habis hujan sehingga air danau melimpah sampai sini. Walaupun pura terlihat indah di pinggir danau tapi saya memiliki kekhawatiran kalau kalau air danau suatu saat menenggelamkan pura. Kan sayang pura seindah dan setua ini.


Saya ingin sekali kesini karena jatuh cinta dengan foto perahu-perahu kayu dengan background pohon-pohon kecil di tengah danau. Tapi tidak ada apa-apa di danau. Perahu-perahu kayu juga terlihat sudah lama tidak pernah digunakan. Mungkin di sebelah bagian belakang pura. Mari kita kesana. Di sebelah kanan ada lahan luas dengan pohon-pohon besar di pinggirnya. Seperti pohon-pohon besar di hutan yang kita lewati waktu menuju kesini tadi. Pohon-pohon besar ini tentu saja menandakan usianya yang sudah tua. Menandakan tempat ini memang terjaga dari dulu sampai sekarang. Terbersit pikiran mungkin tempat ini mistik. Tapi kalau bisa membuat tempat ini tetap asri dan alami seperti ini ya tidak masalah.  Karena pohon-pohon disini dan di hutan tadi sangat hijauuuu sekali…


 Menuju ke belakang pura ternyata susah. Tanah becek dan berair. Tempat ini masih alami dan tidak dibuat bendungan atau pembatas antara danau dan daratan. Sehingga air langsung bersatu begitu saja dengan daratan dan rumput-rumput disini. Ada ibu-ibu yang baru saja turun dari perahu kayu dan meletakkan perahunya di pinggir danau. Tapi tetap tidak ada pohon-pohon kecil di danau ataupun di pinggir danau yang saya cari. Mungkin pohonnya mati atau bagaimana, entahlah. Ya sudah kita menikmati pemandangan saja. Pemandangan hijau yang memanjakan mata. Udara juga dingin. Syahdu sekali kan disini. Tempat ini memang cocok untuk menyepi, jauh dari keramaian. Terimakasih Tuhan saya bisa sampai ke tempat indah-indah seperti ini. Semoga sampai besok tetap hijau lestari begini ya Danau Tamblingan



0 komentar:

Blogger Template by Clairvo