Beginilah Rasanya Jalan-Jalan di Ibukota
Seumur ini, saya
berkunjung ke Jakarta ibukota negara Indonesia kita tercinta ini bisa dihitung
dengan jari. Meskipun punya saudara dan kakak kandung berdomisili di Jakarta,
sepertinya baru 4 kali saya ke Jakarta, itu sudah termasuk acara wisata waktu
masih SMP dulu. Entah kenapa kurang tertarik ke Jakarta. Mungkin
image Jakarta yang panas, macet, banjir, ribet, nggak nyaman, terlanjur melekat
di benak saya. Terakhir ke Jakarta tahun 2015 kemarin, waktu maen ke Bogor.
Itupun hanya di dalam stasiun saja, tanpa keluar stasiun hahaha
Saya ini termasuk
pecinta film-film Studio Ghibli. Cinta sekali sama animasinya, luar biasa indah. Teman saya sesama penggila film-film Ghibli tentu saja adalah Nias,
siapa lagi….. Beberapa bulan yang lalu Nias ngasih tahu bahwa akan ada Ghibli
Exhibition yang akan diadakan di Jakarta. Meskipun penggemar berat tapi kami
tidak terlalu excited mengingat harga tiket yang mahal. Belum ditambah lagi
biaya akomodasi selama di Jakarta. Saya sih tidak berniat kesana. Mendekati
pembukaan ternyata si Mas juga mau ada acara di Jakarta. Eh, ikutan ke Jakarta
ah sekalian ke pameran Ghibli. Terus si Mas ngasih kabar acara dia diundur ke
bulan September. Ya… ah nggak papa lah, tetep ke pameran aja di tanggal segitu.
Eh…. Ternyata Nias malah udah beli tiket tanpa ngasih tahu. Dan
tanggalnya ternyata sama, jeng jeng… Ya ampun bisa samaan gitu, kita memang
Geng Lesehan sejati hahaha…
Berangkat dari Stasiun
Lempuyangan malam minggu. Udah lama enggak naik kereta, rasanya menyenangkan
bisa naik kereta lagi. Naik kereta malam itu yang ekonomi aja, kegiatannya cuma
selfie bentar terus tidur aja kan? Bangun-bangun udah sampai Jakarta. Sampai
di stasiun Senen sekitar pukul 03.30 pagi. Begitu keluar dari gerbong kereta
langsung ketemu Nias yang keluar dari gerbong sebelah. Ya iyalah, namanya juga
satu kereta. Dari stasiun kita pesan goc*r buat ke Masjid Istiqlal. Dari
stasiun ke Masjid Istiqlal ongkosnya Rp 8.000,-. Iya, naik mobil bertiga cuma
habis delapan ribu aja. Berarti 1 orang Rp 2.666,- , wowwww.... Kenapa kok bisa
murah banget begitu? Mungkin karena masih subuh sekali. Sepanjang perjalanan
yang singkat, jalannya lengang-lengang aja tuh. Mana katanya Jakarta macet
hahaha…
Seumur ini, saya juga
baru pertama kali ini ke Masjid Istiqlal Ternyata berkunjung ke Masjid
Istiqlal itu ribet ya. Banyak aturan yang harus ditaati pengunjung. Masuk
masjid alas kaki harus dibawa masuk. Di luar masjid sudah banyak yang
menawarkan tas kresek untuk membawa alas kaki. Karena sebelumnya sudah
diingatkan kakak untuk membawa tas kresek kami tidak perlu membeli. Agak
penasaran juga kalau beli harganya berapa. Masuk ke dalam sudah banyak orang
yang bersliweran. Selain orang-orang, juga banyak kucing bersliweran di dalam
sini. Kucingnya religious ya ada kucing hitam legam yang terlihat elegan.
Wah belum sampai pameran sudah disambut oleh Jiji Jiji itu kucing
dalam film Ghibli, Kiky Delivery Service. Di dekat pintu masuk ini ada tempat
wudhu untuk pria. Kami menaruh alas kaki dulu ke tempat penitipan yang tidak
ada penjaganya. Kemudian saya dan Nias menuju ke tempat wudhu yang jalannya
berliku-liku. Sampai di tempat wudhu sudah ada banyak orang yang antri mandi.
Ternyata ini adalah tempat transit untuk mandi sebelum berwisata ke Jakarta.
Buat masuk ke dalam harus membayar 2 ribu ke bapak penjaga. Wah berasa lagi di
tempat wisata ini, hmmmm… Di sebelah tempat wudhu ada TK. Duh, inikah
yang namanya ibukota? Yap, rasa terheran-heran saya sudah dimulai. Udiknya
mulai keluar ini
Tempat sholat ada di
lantai 2. Hooo ini toh Masjid Istiqlal yang sering lihat di tv-tv itu. Luas
banget ya, walaupun tidak seluas yang saya bayangkan. Lantai 3 masjid pun
gelap. Disini sudah banyak orang yang bersiap-siap mau sholat subuh. Karena
sedang tidak sholat saya diusir oleh bapak penjaga agar tidak berada di karpet
masjid. Akhirnya saya duduk di lantai, padahal ngantuk banget pengen tiduran di
karpet gitu rasanya. Banyak juga yang sedang tidak sholat tetap duduk di atas
karpet meskipun sudah dilarang bapaknya tadi. Ya…. Indonesia gitu. Selesai
sholat saya dan Nias melihat-lihat sekeliling masjid. Si Mas tetep di dalam
nungguin tas, tidak tertarik ikut karena sudah pernah ke sini sebelumnya.
Halaman masjid di lantai 2 ini luas ya. Dinding-dingin masjid berwarna orange
karena lampu masih menyala. Langit sudah mulai terang, tetapi Monas yang
terlihat kecil masih terlihat sinar lampunya. Kalau sudah siang mungkin
suasananya biasa saja tidak sesyahdu ini. Sekitar jam 6 kami beranjak dari
masjid dan menuju ke Monas. Untuk keluar dari Masjid Istiqlal saja kami nyasar.
Niat hati mau cari pintu keluar yang dekat, ternyata pintunya ditutup. Padahal
kami sudah jalan kaki mengelilingi halaman masjid yang luas sekali ini.
Capekkkkk… Kenapa harus dibikin pintu yang banyak sih kalau cuma untuk
ditutup? Hhhh… Indonesia sekali. Bikin banyak, yang dibuka cuma dikit
kurang Tami & Nias |
Jalan kaki itu
menyenangkan. Tapi kalau jalannya jauh, bawa tas lumayan berat, belum sarapan,
itu tidak menyenangkan. Dari pintu keluar Masjid Istiqlal entah yang sebelah
mana, kita jalan kaki. Di atas kita ada rel kereta, agak ngeri tiap ada KRL
lewat di atas takut keretanya nggelinding ke bawah hihihi... Terus nyebrang dan
sampailah kita di pintu gerbang Monas. Wah deket gini. Udah seneng gitu, eh
pintu gerbangnya ditutup. Ya Allah, Indonesia sekali sih Akhirnya harus
muter jauh sampai di pintu gerbang di sana itu. Jauh banget jalannya ya Tuhan.
Orang-orang mah asyik lari, jalan kaki. Mereka kan olahraga, kita bawa beban
huhu…
salah satu diorama |
Baru tau kalau Monas
itu ternyata di seberangnya Istana Negara, duh udiknya… Istana Negara terlihat
sangat sibuk, sepertinya sedang gladi bersih upacara peringatan Hari Kemerdekaan
4 hari lagi. Di sekitar istana terlihat banyak sekali tentara-tentara
bergerombol. Bahkan lalu lintas sempat diberhentikan untuk baris satu peleton
tentara. Ada untungnya juga saya muter jauh lewat sini, jadi bisa melihat
segala kesibukan ini. Biasanya cuma lihat di televisi saja. Memang menyenangkan
ya jalan-jalan kemana-mana dapat pengalaman baru. Tidak ada yang bisa mengalahkan
pengalaman baru deh. Kita jadi bengong dan terheran-heran sejenak. Setelah itu
jadi tahu dan paham. Dan mulai melihat segala sesuatu dengan perspektif baru.
Tidak seperti orang yang tidak mau mengalami pengalaman yang baru. Merasa sudah
pintar tetapi jadinya cuma sok pintar saja. Berkomentar disana-disini, di grup
sana-grup sini. Bahkan menjelek-jelekkan di grup eksklusif yang ditimpali oleh
teman-teman sok penting dan sok pintar nya yang lain. Kalau merasa pintar, coba
teori idealmu itu dipraktekkan. Ambil tanggungjawab orang yang kamu kritik dan
kamu cari-cari jeleknya. Palingan juga kamu bakal bilang “Males, mending tidur
di rumah”. Nah, ya sudah tidak usah mencari-cari jeleknya kinerja orang-orang
disekelilingmu *curcol di tengah postingan
antri di sisi ke 3 |
Anyway……. sampai juga
di gerbang Monas yang dibuka. Dan sampai disana kita cuma bengong. Cuma melihat
orang banyak sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Kebanyakan sih menonton
marching band bapak-bapak tentara. Kalau tidak ada moment seperti ini Monas sepenuh
ini tidak sih? Terus tanya ke mas yang sudah pernah kesini.
Kalau di Monas kita ngapain sih? Jawabannya adalah ke museum dan naik ke puncak
Monas. Jadilah kita menyeberang ke pintu masuk museum yang ternyata baru dibuka
pukul 08.00. Meskipun masih tutup orang-orang sudah berkerumun mengantri di
depan petugas yang berjaga. Kelihatannya sih semua dari luar Jakarta. Orang
liburan seperti kita. 10 menit menunggu pintu dibuka kita habiskan dengan
menonton kereta kuda yang bagus lewat membawa 2 cewek anggota paskibraka
nasional.
Begitu gerbang dibuka
kita turun tangga menuju ke bawah. Wah kita ada di bawah tanah. Setelah
mengantri di loket kita berjalan melalui terowongan panjang. Di ujung
terowongan kembali naik ke atas. Sampailah kita di kaki Monas. Kenapa loket
masuk berada di seberang jalan dan membuat pengunjung harus jalan kaki
menyeberang lapangan Monas ya? Di dasar Monas adalah museum yang berisi
diorama-diorama di sepanjang dinding yang terlihat gelap sehingga tidak terlalu
menarik. Sebagian besar pengunjung hanya melihat sekilas dan lebih tertarik
dengan vending machine di tengah ruangan yang terlihat dingin menggoda di
tengah udara yang panas ini. Sebagian lagi langsung naik ke lantai 2 tanpa
melirik diorama di dinding. Lantai 2 Monas yang bisa dicapai dengan naik tangga
adalah lift untuk naik ke puncak Monas. Sampai di lantai 2 antrian di depan
lift sudah mengular panjang sampai ke 3 sisi bangunan. Jika lebih panjang lagi
makan akan mengular ke 4 sisi dan antrian terakhir akan berada di depan lift
dan bertemu dengan orang yang antri pertama Antrian dibagi menjadi
2 jalur. Beruntung kita berada di sebalah kanan yang entah mengapa lebih cepat
majunya daripada jalur di sebelah. Sewaktu menunggu antrian terdengar suara
dentuman sangat keras mirip suara petir. Ternyata suara meriam dari Istana
Negara. Keras banget suaranya. Jadi membayangkan film anime In This Corner of
The World yang menceritakan pengeboman kota Nagasaki. Tidak terbayang rasanya
jika sedang berada di medan perang. Ini hanya 1 tembakan saja suaranya sudah
menggelegar bikin kaget dan panik. Pikiran melantur kemana-mana selama kurang
lebih 2 jam. Sampai di depan lift pun masih harus antri karena lift nya cuma 1 nganter penumpang naik ke puncak. Nganter penumpang turun ke cawan
atau lantai 3. Baru turun di sini. Lama ya… Setelah bersempit-sempitan di dalam
lift yang diisi dengan jumlah maksimal penumpang, sampai juga di puncak Monas. Disini
sejuk, karena banyak angin. Pemandangan dari atas sini ya gedung-gedung
bertingkat. Sebenarnya bagus andai saja langitnya biru. Tapi langit disini
warnanya abu-abu putih. Kesannya suram, tidak ceria. Yah beginilah rasanya
jalan-jalan ke ibukota. Antri naik sekitar 2 jam, di atas cuma sekitar 5 menit
saja terus turun ah sudahlah mari kita pergi dari sini. Rencana cuma
mampir saja malah menghabiskan waktu sampai jam 12 siang, hadeh…
Untuk melanjutkan
perjalanan, lagi-lagi pesan mobil pakai aplikasi online yang terkenal itu. Kali
ini menunggu agak lama sampai mobilnya datang. Menuju ke Hotel Ritz Carlton
kita melewati gedung-gedung bertingkat yang sering kita baca namanya di media sosial. Oh itu gedung itu,
itu gedung itu. Ya… noraknya mulai lagi deh. Terus lewat simpang Semanggi yang
baru saja diresmikan itu. Owww itu to, hahaha… udiknya keluar
Sampai di Ritz Carlton
kita bingung. Ini hotel apa mall sih? Karena dari pagi belum makan
berat kita bertiga cari makan dulu. Duh kayaknya semua makanan disini
mahal-mahal yah. Akhirnya ketemu tempat makan yang agak terjangkau kantong.
Menunya banyak sekali, dipajang bukannya ditulis di daftar menu. Jadinya
bingung, milih menu sambil berdiri di depan pajangan menu. Akhirnya pilihan
kita jatuh ke menu….yang paling murah hahahah.. Ini yang tumis baby bean enak
banget. Asem-asem seger. Sambil makan melihat pemandangan di luar gedung-gedung
bertingkat yang terlihat saling berdempet. Wah pemandangan makan siang yang
tidak tiap hari bisa kita lihat.
Habis makan terus ke
Hall Pasific Place à lihat di pos berikutnya saja ya. Lanjut
jalan-jalan di ibukota saja
Keluar dari pameran
duduk-duduk menunggu kakak yang katanya mau datang. Aneh banget nggak sih
ketemu kakaknya yang jarang ketemu eh ketemuannya di mall (coba hitung jumlah
kata ketemu) datang juga kakak ku tercinta. Terus kita turun ke Kem
Chicks yang tidak ada di Jogja. Jadinya saya mupeng lihat sayur-sayuran import
yang lucu-lucu. Tomat berukuran besar, kubis berukuran kecil. Duh gemesssssss….
Dari Kem Chicks keluar
lewat mana nggak tau, muter-muter nggak jelas sampai akhirnya keluar di pinggir
jalan. Sambil menunggu mobil online pesanan datang, duduk-duduk di pinggir jalan
sambil memandang gerbang Gelora Bung Karno di seberang jalan. Kegiatan sore
orang Jakarta apa nongkrong di pinggir jalan gini ya? Nggak sehat amat ini
terpapar asap kendaraan gini. Setelah mobilnya datang kita menuju entah kemana
ngikut Kakak aja. Jalanan agak padat dan supir mulai menjalankan mobilnya
dengan agak ngawur, sambil menyumpahi supir mobil di sebelah. Setelah itu
bapaknya berceramah Islami teori orang jalanan. Ada benarnya juga walaupun
terdengar agak gila. Mana bapaknya bau asap rokok. Ditambah ini kok enggak
sampai-sampai ya? Lama-lama pusing mencium bau rokok dan terlintas pikiran
gimana kalau kita kita disandera sama pak supir di mobil yang pengap ini? Oke
fix, saya mabok ini kayaknya
Sampailah kita di
tempat makan namanya Happy Day. Semua pesan steak kecuali Nias yang pesan nasi
goreng dengan porsi super banyak. Nias makannya ngebut karena dikejar jadwal
kereta jam 18.00. Terus Nias pergi duluan ke stasiun. Tinggal kita bertiga yang
dengan terpaksa tidak menghabiskan makan karena masih kenyang plus porsinya
luar biasa besar. Jadwal kereta kita jam 10 malam. Masih lama, sekitar 4 jam
lagi. Bagi saya menunggu lama di stasiun itu sudah biasa. Tapi kali ini kita
tidak, Kakak mengajak jalan-jalan ke Kota Tua. Dari tempat makan kita naik
bajaj. Wah akhirnya merasakan juga naik bajaj. Sempit gitu ternyata muat lho
buat bertiga. Supir bajaj ngebut gila-gilaan dan belok sembarangan.
Kayaknya jalan milik mereka gitu, syerem… dan sampailah kita di stasiun entah
apa. Beli voucher di bawah terus naik ke atas nunggu kereta. Suasana stasiun
sungguh luar biasa. Luas tapi sepi. Apa mungkin karena sudah malam dan hari
libur ya? Jadi serem gitu pokoknya.
Sampailah kita di
stasiun Jakarta Kota. Oh stasiun ini tuh stasiun Jakarta Kota to? Tau sih
bangunannnya, karena di Museum Angkut ada replikanya. Stasiun ini besar ,
atapnya tinggi menjulang. Gagah deh stasiunnya. Dan ramai bangetterang juga.
Beda dengan stasiun yang agak serem tadi. Dari sini dibawa muter-muter sampai
turun ke bawah yang penuh dengan los-los orang jualan. Dan akhirnya keluar dan
disambut di tengah keramaian Kota Tua. Ini dia yang namanya Kota Tua. Dulu sih
pengen kesini. Sekarang setelah sampai, hmmmm… terlalu ramai ya? Seperti malam
minggu di Asia Afrika Bandung. Rame… seperti biasa kalau rame itu bikin cepet bosan
dan pengen pergi aja dari sini. Malah lebih menarik naik-turun gonta-ganti KRL
nya ya? Melihat-lihat stasiun, kereta,
dan penumpang-penumpangnya.
Setelah dari Kota Tua
naik KRL lagi ke stasiun entah mana. Kemudian naik jembatan layang yang rasanya
sangat tinggi dan panjang. Kakinya rasanya kayak agar-agar. Capek dari pagi
jalan terus. Mana panas, badannya gerah. Ujung jembatan layang berada di dekat
pintu Masjid Istiqlal yang tadi pagi. Haaaa kesini lagi kita. Kakak ngajakin
beli es krim di seberang jalan yang tadi pagi kita lewatin. Tempatnya klasik,
macam es krim Oen yang ada di Malang itu. Panas-panas lumayan juga makan es.
Namanya Ragusa Es Italia. Kata di google sih ini terkenal. Rasanya eank, ringan
nggak terlalu eneg. Selesai makan es krim kakak nawarin kalau mau maen ke Monas
lagi. Ada pertunjukan air mancur warna gitu katanya. Hmmmm… no thanks deh.
Sudah cukup Monas akhirnya naik bajaj lagi dan langsung ke stasiun.
Stasiun kali ini sungguh sangat ramai dan sudah banyak berubah dari terakhir
kali kesini. Setelah sholat dan say goodbye ke kakak, masuklah ke dalam. Naik
kereta dan langsung tidur dengan nyenyaknya tanpa menyapa dan mengobrol dengan
penumpang di depan seperti biasanya. Efek capek sekali jalan kemana-mana
seharian. Bangun-bangun udah sampai Jogja aja.
es Ragusa |
*postingan kali ini
kenapa sangat panjang dan over detail ya? *emottt….
0 komentar: