Ubud Monkey Forest
Dari Campuhan Ridge
Walk kita mau ke Pura Saraswati yang indah dengan bunga lotus pink di kolamnya.
Sampai di lokasi yang ditunjukkan oleh gps, kita tidak menemukan pura Saraswati
yang dimaksud. Di timur (dugaan saya) jalan kayaknya ada pura besar, atau
banjar alias balai desa, entahlah yang mana. Di barat jalan (masih dugaan saya,
haha… ) sepertinya ada pura tapi tertutup tembok bata tinggi. Nggak tau deh di
sebelah mana masuknya.
Bukannya bertanya,
perhatian kita malah teralihkan ke kerumunan orang-orang yang berpakain adat
Bali. Sepertinya sedang ada upacara keagamaan. Dan akhirnya kita memilih untuk
melanjutkan perjalanan. Besok lagi kalau ke Bali kita cari lagi Pura Saraswati
(besok kapan yak, haha…). Dari daerah yang hijau, banyak pohon dan banyak hotel
kece, kita masuk ke perkampungan. Sebelum melanjutkan perjalanan kita mampir
dulu ke tempat makan ayam-ayam gitu. Ini kan di Ubud loh, bukan di kota.
Kayaknya ini sih tempat paling aman buat makan di sini. Semoga sih gitu ya,
bismillah aja deh haha…
Lanjut jalan kita
melewati Jl. Hanoman yang seperti jalan Legian, versi yang lebih sepi dan
sopan. Dan sampailah kita di Sacred Monkey Forest Sanctuary atau Ubud Monkey
Forest. Tempat parkirnya luas dan terbuka di bawah langit. Melihat lobi dari
kejauhan tempat ini seperti belum lama berdiri. Tiket masuk lumayan juga, Rp
50.000,- per orang. Di lobi tersedia peta dan brosur dalam banyak bahasa.
Pengunjung disini seimbang antara turis lokal dan mancanegara. Dari lobi kita
menyusuri jalan kayu yang bagus karena diapit pohon-pohon talas di bawah, dan
pohon-pohon besar di atas. Adem rasanya. Kemudian masuk ke dalam gua kecil yang
dipenuhi ornament monyet. Keluar dari gua kita disambut oleh belasan monyet
yang agresif meminta makanan. Orang-orang asyik berfoto dan memberi makan para
monyet. Kita sih langsung melipir menjauh karena tujuan kesini kan mau
menikmati hutannya, bukan monyetnya haaaa…
Ubud Monkey Forest ini
tempatnya teduh banget. Banyak pohon dan bebatuannya pun berlumut. Semakin
menambah kesan hijau dan alami. Ada tempat yang disebut Center Point, agak luas
dan di tengahnya terdapat pohon besar dan tempat duduk di sekelilingnya. Tempat
untuk istirahat dan bercengkerama dengan para monyet. Di sebelah kanan yang
letaknya lebih tinggi, terdapat pura dan makam. Makan untuk mengubur sementara
sebelum dibakar dalam upacara Ngaben yang diadakan 5 tahun sekali. Karena
tempatnya terbuka jadi tidak terlalu horror.
Kita jalan ke sebelah
kiri ada patung besar tanpa kepala yang ditutupi. Dan ada patung sapi yang tidak
boleh dilewatkan untuk foto-foto. Ada pura yang tidak boleh dimasuki kecuali
bagi yang mau beribadah. Disebelah patung sapi terdapat patung ular yang
panjang dan monyet-monyet yang menaiki tubuhnya. Entah apa cerita mereka. Di
depan pura juga terdapat pohon besar rindang yang terlihat megah karena berpadu
dengan bagian depan Pura Dalem yang cantik.
Add caption |
Turun ke bawah ada
semacam tempat pertunjukan yang masih dalam proses pengerjaannya. Lanjut jalan
lagi, kita masuk ke hutan dengan pohon entah apa yang rasanya seperti di
hutan-hutan di Jawa Timur atau di Gunungkidul.
Disini sepi pengunjung
dan sepi monyet. Di atas ternyata sudah jalan besar. Wah apa monyetnya nggak
nyebrang ke jalan ya? Lanjut jalan kita melewati jalan kecil yang rapat diapit
pepohonan . agak takut buat jalan karena monyet-monyet berantem dan
mengeluarkan suara ribut yang mengerikan. Ngeri-ngeri sedap jalan di antara
mereka. Takut mereka salah sasaran dan malah mencakar kita hiiiiii….. Eh ada
mbak-mbak bule sendirian, asyik bawain monyet-monyet berantem. Awas lho mbak
kecakar….
Melewati jembatan kayu
yang berpadu alami dengan pepohonan di sekitarnya, kita menuju tempat paling
bagus disini versi saya lho haha… Ada jembatan dengan hiasan patung naga yang
mengagumkan. Jembatannya pun “nangkring” tinggi di atas sungai yang membelah
hutan ini. di atas jembatan pun menjuntai akar-akar pohon beringin. Ya Tuhan
bagus banget deh.
Di samping jembatan ini
ada kolam suci dengan ikan hiasnya yang besar dan berwarna-warni. Di sebelahnya
pura kolam suci yang tertutup pintunya. Seorang penjaga berpakaian adat
berwarna hijau bak ranger, sibuk melarang seorang bule muda yang berkali-kali
ingin berpose di pinggir pura. Pindah lagi ke depan pura. Masih dilarang juga.
Ya jelas lah dilarang, karena pose mas bule mengangkat kaki dengan kepala di
bawah dan bertumpu pada tangan. Kan ya nggak sopan, masa di depan tempat ibadah
jungkir-jungkir nggak jelas.
Kita tinggalkan mas
ranger hijau yang sedang sibuk mengusir mas bule hiperaktif. Pura dan kola mini
terletak di bawah, di samping sungai yang diapit oleh tebing tinggi. Beberapa
monyet nyemplung di sungai yang dangkal tapi jernih, mencari ikan dan kepiting.
Disisi tebing terdapat jalan kecil yang bisa dilewati pengunjung satu-persatu.
Penasaran juga jalan ini menuju kemana. Berjalan di tempat sempit diapit dua
tebing tinggi agak horror juga, takut longsor atau banjir mendadak dari hulu. Kan
bisa terjebak dan tidak bisa menyelamatkan diri. Imajinasi liar langsung buyar
karena jalannya mentok dihadang batu. Halah ternyata cuma pendek aja jalannya. Kirain
susur sungai dan tebingnya bakalan panjang.
Add caption |
But it’s okay. It still
awesome. Sacred Monkey Forest Sanctuary ini lebih bagus daripada Sangeh Monkey
Forest (seingat saya waktu ke Sangeh jaman SMA dulu lho ya, nggak tau kalau
sekarang udah berubah hehehe…). Disini hijau sekali, pohon-pohonnya masih
terjaga baik. Walaupun lobi depan sangat modern, tetap berpadu harmonis dengan
hutan dan pura disini yang kuno dan sangat alami. Semoga semakin banyak
tempat-tempat bagus yang banyak pohonnya di Indonesia ya. Biar buminya semakin
hijau….
0 komentar: